Ulasan Singkat Buku “Yang Tersisa dari Yang Tersisa”

Era Erika
3 min readFeb 3, 2021

Sinopsis

Buku ini bercerita tentang geng kecil di Desa Tompotikka. Amir, dan kawan-kawan mendapat tugas dari Pak Desa untuk mengurus babi hutan yang menyerang desa dan merugikan perkebunan orang-orang di desa. Dengan Ogi sebagai ketua geng dan beberapa temannya, mereka riset ke desa tetangga demi merencanakan strategi yang tepat. Selama perjuangan mereka demi menyelesaikan misi itu, satu persatu anggota geng pergi, entah itu pergi merantau ataupun nikah muda yang mengakibatkan misi utama mereka jadi terbengkalai. dan yang tersisa hanyalah Amir, si tokoh utama yang bertahan untuk menemukan solusi tersebut.

Anak-anak dan Orang Dewasa

Persoalan menarik di buku ini adalah relasi anak-orang tua, -atau di buku ini penggunaan kata ‘orang dewasa’ yang membuat para orang tua terlihat makin ‘asing’ (walaupun saya sendiri tidak yakin ada kata yang tepat untuk menggantinya). Misalnya hubungan Amir dan orang tuanya. Amir tidak begitu terbuka kepada orang tuanya karena tiap berpendapat ia dihakimi dan disalahkan. Selain itu Amir juga tidak mendapatkan hal dasar yang paling dibutuhkan tiap anak: kepercayaan dari orang tua.

Lalu Ogi, kepribadian pemimpin dan serba mandiri tercermin dari pengalaman masa kecil bersama orang tuanya yang menyedihkan. Ogi tumbuh menjadi pemimpin, serba mandiri, lebih dewasa dari teman seumurannya. terlihat juga di beberapa adegan dia selalu memendam perasaannya.

Kemudian kemunculan Pak Paulus di saat yang tepat. Pak Paulus adalah orang tua yang pengertian, sosok orang tua yang kita ‘damba’. Orang tua yang rendah hati, pendengar yang baik, menjadikan anak-anak juga tempat belajar, dan komunikasi dua arah antar anak dan orang tua lebih berfungsi.

Persahabatan geng Jarum Super

Dengan berbagai kisah persahabatan dan penkhianatan di dalam geng Jarum Super, buku ini menjadikan kehadiran teman sangat penting untuk anak-anak. Menemukan teman yang tepat membuat kita lebih berani, segala rintangan jadinya menyenangkan. Misalnya seperti di saat penangkapan babi hutan. Mereka bahkan sempat untuk bertaruh hal konyol sebelum betul-betul menghabisi babi hutan.

Selain itu, perbedaan anak-anak dan orang dewasa melihat permasalahan di desa.

Perasaan frustrasi anak-anak yang tulus menginginkan perubahan di desanya tapi di manfaatkan oleh orang dewasa. Saya menyukai bagaimana Amir bercerita tentang betapa jomplangnya dunia anak-anak yang tulus dan dunia orang dewasa yang penuh kelicikan. Di buku ini, pembaca akan merasakan frustrasinya menjadi anak yang tidak berdaya, mengikuti apa saja yang dikatakan orang tuanya.

Sayangnya, anak perempuan di buku ini minim suara. Pujaan hati Amir misalnya. Dia dihadirkan sekilas mulai dari pertama tiba di Tompotikka hingga ia kembali ke Malaysia tanpa dialog apapun dengan Amir. Padahal saya menanti perspektif baru perkara kepulangan massalnya ke Desa.

Kemudian Ogi dan istrinya. Kehadiran perempuan yang Ogi nikahi menjelang akhir cerita tidak begitu terasa. Seperti pada adegan klimaks Ogi dan Pak Desa. Istri Ogi saat itu hanya menangis menenangkan suaminya. Tapi mungkin saja karena sudut pandang “aku” yang membatasi semua hal itu.

Akhir cerita buku ini sangat realistis yang merupakan pertanyaan atas apa yang benar-benar terjadi di dunia nyata tentang persoalan desa yang belum tuntas.

Saya pribadi menyukai buku ini karena mengingatkan masa kecil Ketika saya berlibur di kampung. Selama ini saya menemukan desa adalah tempat yang indah untuk berlibur. Tapi ternyata desa juga memiliki permasalahan kompleks. Sebagai anak yang tumbuh di kota, saya mendapatkan perspektif baru dan pengalaman tinggal di desa saat membaca buku ini.

--

--